Page

Minggu, 22 Juli 2012

Minyak Solar Pada Pembangkitan PLTU

   Sekalipun di pembangkitan yang bahan bakar utamanya batu bara, solar ternyata masih dibutuhkan. Di sebagian besar PLTU, solar diandalkan sebagai start-up pembakar batu bara bila suatu saat unit pembangkitan berhenti bekerja (trip).
   Bila tidak ada solar, batu bara tentunya tidak bisa dibakar, yang tentunya pembangkit tidak bisa beroperasi menghasilkan listrik. Untuk pengisian tangki yang berkapasitas 757 m3 atau 643 ton dari keadaan kosong sampai penuh, bila diangkut dengan truk, butuh sampai 47 truk tangki, dimana 1 truk tangki berkapasitas 16.000 liter. Untuk start-up PLTU Tanjung Jati B, biasanya butuh delapan truk bila peralatan di masing-masing unit itu dalam keadaan dingin setelah terjadi trip. Namun, kalau peralatan masih panas hanya memakai sedikit bahan bakar karena alat-alat lain masih beroperasi.
   Dalam keadaan normal, tangki solar suatu PLTU terus penuh. Selama belum ada pembangkitan yang mati, maka solar tidak pernah diganti. Bisa kita ibaratkan fungsinya hanya untuk jaga-jaga. Solar bertugas membakar batubara pada startup. Nanti kalau batubara sudah terbakar, solar tidak diperlukan lagi. Namun, tidak mudah juga untuk membakar batubara pada awalan. Biasanya butuh sampai tujuh jam dengan suhu mencapai 600˚C.
   Solar, selain dipakai pada start-up pembangkitan, juga diperlukan untuk menghidupkan dua Emergency Diesel Generator (EDG). EDG dioperasikan untuk membangkitkan kembali peralatan peralatan di unit yang membutuhkan listrik, terutama Turning Gear Motor. Di PLTU Tanjung Jati B, masing-masing unit pembangkitannya memiliki satu EDG dengan kapasitas 850 kW. Kapasitas tersebut cukup untuk menghidupkan peralatan-peralatan yang vital. Satu EDG juga dilengkapi tangki solar berukuran 1.000 liter yang solarnya didapat dari tangki utama.

Sumber Gambar : batampos.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar